Kamis, November 20

Kesesuaian Habitat Owa Jawa di Wilayah Salak

Owa jawa atau Hylobathes moloch adalah jenis primate dari suku Hylobatidae. binatang ini berbulu abu-abu keperakan. bulu pada bagian dada dan perut umumnya lebih gelap dengan bercak berwarna hitam dengan batas becak berwarna pucat. pada bagian muka, dikelilingi bulu putih. sama dengan sukunya, dia tidak mempunyai ekor dan pergerakkannya dari dahan ke dahan oleh karena itu dia memiliki tangan yang panjang.

Menurut informasi sebuah blog tentang populasi Owa Jawa (http://eryemeb.wordpress.com/2007/12/04/apa-kabar-owa-jawa/), bahwa pada tahun 1984 Keppeler menemukan 25 populasi Owa Jawa di beberapa hutan sepanjang Jawa bagian barat sampai dengan tengah, sedangkan pada tahun 1995 Asquid melanjutkan surveynya mengidentifikasi lebih dalam pada area jawa bagian barat dan tengah mendekati Gunung Simpang. Dia memperkirakan Owa Jawa yang hidup tidak lebih dari 3000 ekor. Pada tahun 2004 Seorang peneliti dari Zoological Museum, Universitas Amsterdam Vincent Nijman memperkiraan jumlah seluruh Owa jawa yang hidup secara liar di Pulau Jawa berkisar antara 4100 sampai dengan 4500 ekor yang tersebar di 29 hutan di Jawa Barat. Menurut keterangan dari data yang dia keluarkan, jumlah itu merupakan angka yang kecil jika dibandingkan dengan laju kerusakan hutan yang terjadi. Populasi terbesar terdapat di Taman Nasional Gunung Halimun, Gunung Simpang, Dieng dan Ujung Kulon.

Habitat utama Owa Jawa adalah hutan dengan kondisi yang masih bagus (primer) karena pada umumnya owa jawa tidak akan turun ke lantai hutan, oleh karena itu species ini sering digunakan sebagai parameter kesehatan ekosistem. Dia hidup pada ketinggian 0 (hutan pantai) sampai dengan 1600 meter dpl daerah hutan pegunungan.

Ancaman terbesar satwa ini adalah pengurangan habitat dan perburuan. pengurangan habitat pada area tepi bahkan terjadinya fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat dapat menjadi sebuah awal kepunahan untuk species ini, walaupun tidak secara langsung namun berlahan-lahan. istilah fragmentasi mungkin bisa diartikan dengan pelokalisasian...eh...pelokalisiran sebuah habitat. Karena penebangan pohon, hutan yang luas akan terpecah menjadi habitat-habitat kecil. Nah...masalahnya perpidahan Owa dengan media dahan, dia ga bisa jalan kaki. jadi owa akan terperangkap pada habitat kecil tersebut. Hal ini akan menyebabkan mereka hanya akan mengawini anggota kelompok. katanya ini dapat meyebabkan species tersebut rentan terhadap penyakit. kalo kita analogikan pada hutan tanaman, sekali satu pohon kena hama nyebarnya cepet tuh ke individu yang lain.

Analisis Spasial Habitat Owa Jawa di Gunung Salak
Sebelumnya, Kawasan salak adalah hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani. Pada tahun 2003, berdasarkan SK Menhut No 175 tahun 2003 statusnya diubah menjadi taman nasional dibawah pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kawasan Gunung Salak (GS) mempunyai potensi cukup besar. Salah satu yang cukup menonjol adalah potensi ekowisatanya, Kaki bukit GS kaya akan objek air terjun dan Kawah Ratu yang dapat di jangkau dengan cukup mudah. Suasana yang tenang dan udara yang sejuk menambah kenyamanan kawasan ini dan cocok untuk dijadikan tempat beristirahat. Selain objek wisata, kawasan ini mempunyai potensi panas bumi. Sampai saat ini, panas bumi dimanfaatkan oleh perusahaan swasta, UNOCAL. Berdasarkan analisis landsat tahun 2006, Kawasan GS mempunyai hutan primer.

Kembali ke Owa Jawa, dia mempunyai karakteristik habitat yang khas. Parameter yang digunakan adalah informasi umum yang mempunyai keterikatan erat dengan habitat dan perilaku owa, misalnya perilaku minum, sensitive , habitat favourit (hutan, semak, dll) dan masih banyak parameter yang dapat dimunculkan tergantung species. Tekhnologi remote sensing dan Geographical Information System dapat mengidentifikasi kemungkinan pemakaian habitatnya.

Informasi tentang habitat suatu satwa itu sangat penting, apalagi jenis tersebut merupakan key species dan dilindungi. Pengelola dapat melakukan prioritas pelindungan kawasan, sebagai bahan interpretasi untuk para wisatawan yang ingin melihat jenis tersebut (walaupun masih sulit karena species ini termasuk sensitive apalagi sama saingannya, Homo sapiens), dan terakhir adalah kemudahan peneliti dalam melakukan penelitian.

Dasar cerita ini awalnya dari penelitian mahasiswa S2 dari IPB bernama Dewi Helianthi. Penelitian dilakukan di Taman Nasional Gunung Halimun dengan luas berkisar 40.000 ha. Mba Dewi melakukan survey lapang dan mengumpulkan data komponen lingkungan yang dianggap berpengaruh terhadap habitat Owa Jawa yang telah ditentukan terlebih dahulu, kemudian dengan metode statistic (PCA=Principal Components Analysis) digunakan untuk menyeleksi semua parameter. Singkat cerita, akhirnya terpilih 5 komponen yang berpengaruh besar, antara lain landcover, sungai, jalan, ketinggian dan kelerengan. Pengolahan data secara statistik akan menghasilkan persamaan linier dengan pembobotan setiap parameter terpilih, sedangkan secara spasial menggunakan system overlay dengan pembobotan setiap parameter (kalo kalimat terakhir membingungkan maaf ya, saya juga bingung milih katanya).
Batas kawasan gunung salak yang digunakan adalah perkiraaan saya ga berdasarkan dokumen apapun (digitasi manual), sekiranya mewakili G. Salak sampe batas Koridor. Kesesuaian habitat owa dibagi menjadi 3 kelas, 1. kesesuaian rendah, 2. Kesesuaian sedang, dan 3. Kesesuaian tinggi.

Menurut penelitin Tobing (1999) dalam Helianthi (2005) mengatakan bahwa jenis-jenis primate memberikan reaksi negative (mengeluarkan suara atau menghidar menjauh dengan menaiki pohon) atau netral (ga kasih reaksi netral) dengan adanya kehadiran manusia. Pada jarak 20 m owa masih memerikan reaksi netral, nmun semakin dekat akan membrikan reaksi negative. Untuk ketinggian apabila ketinggian >300 m (kesesuaian tinggi), 100-300 m (kesesuaian sedang) dan kurang dari seratus kesesuaian rendah.

Menurut mba Dewi, kemiringan lereng mempunyai pengaruh terhadap kesesuaian habitat buat Owa jawa. Semakin tinggi nilai kemiringan suatu habitat semakin sesuai untuk habitat Owa Jawa. Kesesuaian habitat semakin tinggi dengan kemiringan >25%, kategori sedang dengan kemiringan 8-25% dan kategori kesesuain rendah jika kemiringan lereng 0-8%.

Sugardjito, Sinaga dan Yoneda (1997) dalam Helianthi (2005) katanya Owa jawa ditemukan pada kisaran ketinggian 1200-1750 m dpl, sedangkan menurut Keppler (1984), satwa ini hany ditemukan pada ketinggian 1600 m dpl dan mulai jarang pada ketinggian 1500 m dpl, soalnya pada ketinggia tersebut vegetasinya lebih pendek dengan cabang lebih rapat. Kondisi tersebut mempersulit geraknya. Berdasarkan ketinggian, kesesuaian tinggi jika mempunyai ketinggian <= 1500 m dpl, sedang jika 1500-1750 m dpl dan rendah jika >= 1750 m dpl.

Kata Napier (1985), Owa jawa tidak meminum air secara langsung dari sungai, namun melalui buah-buahan hujan, embun pada daun atau diambil dengan jari-jarinya. Cara owa jawa minum dengan cara menciduk air dengan tangannya atau menyentuhkan tangannya kedaun-daun basah dan kemudian menghirupnya. Kadang-kadang hal ini dilakukan ketika berjuntai diatas air dari ranting pohon kecil. Kata Hadi (2002) di kawasan TNGH mempunyai keragaman vegetasi lebih tinggi di sekitar sungai. Berdasarkan ini maka jarak <200> 400 m (kesesuaian rendah).

Owa jawa merupakan species primate yang sangat sensitive terhadap habitat sekitarnya, termasuk terhadap tipe hutan. Keluarga Owa bergerak dari satu dahan ke dahan yang lain dengan kedua tangannya, gerakan itu sering disebut brakhiasi. Kata MacKinnon dan Mackinnon (1980) dalam Chivers (1980) dalam Helianthi (2005), kalo Owa family lebih suka melakukan pergerakan pada kanopi yang bersifat menerus dan menggunakan hutan primer yang rapat dari pada hutan sekunder. Bahasan detilnya nanti dibawah ya...dibarengin ama deforestasi…. Pada dasarnya semua satwa butuh habitat sebagai shelter (yang ni buat istirahat), cover untuk berlindung dari pemangsa dan lawannya dan mencari makan. Parameter landcover, penutupan hutan primer mempunyai kesesuaian tinggi, hutan sekunder kesesuaian sedang dan penutupan lainnya kesesuaian rendah. Penutupan kawasan Gunung Salak adalah sebagai berikut


Gambar disamping adalah penutupan lahan kawasan G. salak yang dianalisis dari citra Aster tahun 2006. Luas hutan primer masih mendominasi kawasan G. Salak. luas kawasan hutan primer yang merupakan habitat utama Owa Jawa berkisar 9422.12 ha, nilai tersebut kurang lebih 69% dari luas total. Tabel di bawah menggambarkan komposisi penutupan lahan kawasan salak
Kalo dilihat tabel disamping terlihat, bahwa masih banyak kemungkinan buat kawasan
gunung salak untuk dijadikan habitat Owa Jawa. namun bukan juga Habitat Owa Jawa Seluas itu, karena masih ada beberapa faktor lagi yang menjadi pembatas, misalnya jalan. jangan-jangan kawasan itu telah terfragmentasi, atau jangan-jangan ada aktifitas manusia disekitar atau didalam hutan primer, karena seperti diceritakan diatas satwa ini tergolong sangat Sensitif. asumsi diatas masih sangat mungkin karena keterbatasan citra satelit yang digunakan (ukuran pixel citra satelit Aster adalah 15 x 15 meter...artinya sebuah objek akan teridentifikasi kalo dia mempunyai luas lebih besar dari 225 meter persegi, ini juga masih sangat suliiiit sekali.

Setelah dihitung-hitung pembobotannya, akhirnya terciptalah sebuah formula dengan pembobotan setiap parameter;

IKH= (1.776 x Flandcover) + (1.776 x Ftinggi) + (1.274 x Fjalan) + (1.274 x Fsungai) + (0.903 x Flereng)
IKH = Indeks Kesesuaian Habitat

Setelah dihasilkan analisis spasialnya, maka ditentukan selang indeks kesesuaian habitat. Nilai selang tersebut dihitung dari Mean (x) dan Standar deviasi (Sd) nilai pixel hasil analisisnya (Pusing ya, kesalahan bukan pada anda tapi pada penyusunan kalimatnya, he…). Nah seperti dibawah ini;

Penentuan selangnya rada beda sedikit dengan tulisannya mba dewi. jadi nilai pixel yang dibawah rata-rata dikategorikan mempunyai kesesuaian yang rendah. Hasil dari pengkelasan nilai pixel sebagai berikut;
Terlihat kelas kesesuaian rendah berada pada daerah yang dengan ketinggian dan pada area yang berbatasan dengan aktivitas manusia. Habitat dengan kesesuaian sedang, berada di sekitar jalan utama.
Dari kelas tersebut, dicari kawasan yang masih berpenutupan hutan primer. Hal ini terlihat pada gambar dan tabel berikutnya. Kesesuaian habitat Owa Jawa kawasan gunung salak sekitar 5935 hektar.
Waduh sebenernya masih ada beberapa kekurangan, hasil ini belum bisa di validasi. Validasi model menggunakan data lapangan tentang lokasi Owa jawa.

------------------------------------------------------------------------
- Helianti, Dewi. 2005.Tingkat Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobathes moloch Audebert) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
- http://eryemeb.wordpress.com/2007/12/04/apa-kabar-owa-jawa

Sumber data;
- Bakosurtanal
- Citra Satelite, Landcover (Landsat dan Aster) dari Gunung Halimun Salak National Park Management Project (GHSNPMP)

1 komentar: