Minggu, April 26

GIS, RS dan Zonasi Taman Nasional

Kalo kita mendengar istilah taman nasional, maka ga akan terlepas yang namanya zonasi. zonasi sebenernya adalah tata ruang karena didalamnya terdapat pembagian ruang secara spasial dari sudut pandang yang menitik beratkan pada ekologi, budaya dan sosial. kalo melihat definisi dalam UU 41 tahun 1999 (http://www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-41-1999.pdf) , "Kawasan Taman Nasional (TN) adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi alam". secara detil zonasi ini dibahas di Permenhut Nomor: P.56/Menhut-II/2006 (http://www.wg-tenure.org/file/Peraturan_Perundangan/Permenhut_56_2006.pdf), di permenhut ini dibahas secara detil dan jelas tentang pedoman penyusunan zonasi taman nasional. beberapa item masih terlihat general, namun hal ini wajar karena beragamnya karakter dan ciri khas TN di Indonesia yang sangat beragam. sehingga penyusun Zonasi dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada, kasarnya kawasan TN yang dibentuk dengan tujuan melindungi suatu spesies tentuanya akan berbeda dengan TN yang fokusnya ke Ekowisata.

Beberapa tahun ini jumlah Taman Nasional bertambah secara signifikan, dalam sebuah website disebutkan bahwa peningkatan jumlah kawasan yang diubah fungsi menjadi hampir 100%, dari 30 menjadi 55 kawasan TN (http://www.kapanlagi.com/h/0000110908.html). Hal ini dikarenakan TN adalah status kawasan konservasi yang mengakomodir kepentingan non konservasi melalui sitem zonasi. beberapa kawasan konservasi mempunyai aturan yang saat tegas dan kaku dalam hal pengelolaannya, misalnya Cagar Alam, dalam kawasan ini tidak diperbolehkan adanya kegiatan pengelolaan apalagi pemanfaatan. Namun, masih saja terjadi konflik sosial hampir disemua kawasan TN. biasanya isu yang berkembang adalah penggusuran masyarakat lokal. dalam sistem zonasi keberadaannya diperbolehkan apabila masyarakt telah bermukim didalam kawasan sebelum kawasan ditetapkan sebagai kawasan TN. Namun dengan aturan tertentu, biasanya ada semacam kesepakatan dengan pihak pengelola kawasan.

Nah...sebenernya kalo melihat pasal per pasal ga susah2 amat menyusun sebuah zonasi kawasan TN, karena biasanya kalimatnya terukur dan pasti. dengan peralatan yang ada kita dapat memanfaatkan tools yang tersedia. Hal yang sangat berpengaruh adalah data lapangan kawasan yang tersedia (ini yang biasanya susah) karena zonasi harus menggambarkan potensi kawasan dan bahkan permasalahannya sehingga memudahkan pengelola dalam membuat kebijakan. Dalam hal ini akan berlaku terminologi
GARBAGE IN-GARBAGE OUT...tentunya ga mau dong mempertaruhkan kawasan yang luas dan kaya potensi dengan kualitas data yang sangat buruk.

Dalam peraturan minimal ada 3 (tiga) zona dalam TN, Inti, Rimba dan Pemanfaatan. tambahanya zona lain, seperti khusus,
tradisional, sosial dan budaya, rehabilitasi, religi, budaya dan sejarah.
Zona inti
, kriterianya area ini adalah mempunyai keanekaragaman yang tinggi, formasi yang unik dan mempunyai ciri khas tertentu, area migrasi dan koridor untuk satwa. satu lagi kawasan harus cukup luas dan kompak untuk memudahkan pengelolaan. Data survey spesies dan studi khusus spesies sangat dibutuhkan, dengan menggunakan tools homerange kita dapat memperikarakan areal minimum yang akan digunakan sebagai zona inti. Data pendukung lainnya dapat menggunakan citra satelit untuk mengindentifikasi kawasan hutan dan area yang wajib dilindungi (hal ini dapat mengacu ke http://www.kkmn.org/files/Keppres_32_1990.pdf) karena fungsinya sebagai pelindung dan penyangga kehidupan. Citra landsat atau Aster menurut saya sudah cuku untuk kebutuhan ini.
Zona Rimba,
konsep zona ini adalah sebagai buffer untuk zona inti karena zona inti tidak bisa berbatasan langsung dengan zona lain. Secara tekhnis area ini dapat menggunakan tools buffer dalam software GIS. besarnya buffer sangat tergantung dengan kepentingan dan kondisi kawasan. Misalnya area TN yang mempunyai konflik masyarakat dan satwa liarnya tinggi namun intesitas masyarakat masuk dalam kawasan cukup tinggi pula....hal ini mungkin menjadi pertimbangan untuk memperluas buffer dari zona inti, karena zona inti tidak diperbolehkan adanya aktifitas selain penelitian dan patroli kawasan. Zona Pemanfaatan, Data lapangan sangat dibutuhkan untuk zona ini. Zona ini adalah bagian kawasan yang mempunyai potensi wisata dan area yang dimanfaatkan secara non fisik jasa lingkungan serta perencanaan pembangunan sarana dan sarana-prasarana (bangunan, jalan). Dalam lampiran peta zona ini dalam bentuk titik dan garis, akan di detilkan lagi dalam Rencana pengelolaan Taman Nasional.
Selain 3 zona diatas, ada beberapa zona yang dimasukkan dalam zona lainnya. Zona lain digunakan untuk mengakomodir beberapa permasalahan yang tidak masuk dalam zona diatas, misalnya ketelanjuran keberadaan masyarakat, kegiatan sosial dan budaya, religi, sarana dan prasarana untuk kepentingan nasional, kegiatan rehabilitasi. Jadi dalam peraturan ini MENGAKOMODIR kegiatan NON KONSERVASI tentunya dengan perjanjian khusus.
Zona Tradisional
, dalam aturan "Adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya" dan "Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar